Dunia terus bergerak maju, menciptakan kategori generasi baru yang tumbuh dalam lingkungan yang berbeda. Saat ini, fokus perhatian mulai beralih pada mengenal Generasi Alfa dan Generasi Beta. Generasi Alfa adalah mereka yang lahir antara tahun 2010 hingga 2024, sementara Generasi Beta adalah generasi penerus yang diperkirakan akan lahir mulai tahun 2025 dan seterusnya. Kedua generasi ini akan menjadi penentu masa depan, dengan karakteristik unik yang dibentuk oleh teknologi dan perubahan sosial yang pesat.
Mengenal Generasi Alfa berarti memahami bahwa mereka adalah generasi pertama yang sepenuhnya tumbuh di era digital, dikelilingi oleh smartphone, tablet, dan internet sejak lahir. Mereka dikenal sebagai digital natives sejati, yang terbiasa dengan interaksi melalui layar sentuh dan memiliki kemampuan adaptasi teknologi yang sangat tinggi. Karakteristik mereka mencakup kemampuan belajar yang cepat melalui visual dan interaktif, preferensi terhadap konten singkat dan dinamis, serta kemampuan multitasking. Tantangan bagi Generasi Alfa adalah potensi ketergantungan pada gawai, kurangnya interaksi sosial langsung, dan paparan informasi yang berlebihan. Pendidikan bagi mereka harus inovatif, memanfaatkan teknologi sebagai alat, bukan sekadar tujuan.
Selanjutnya, kita akan mulai mengenal Generasi Beta, yang akan lahir mulai tahun 2025. Meskipun masih berupa prediksi, para ahli memperkirakan Generasi Beta akan tumbuh di lingkungan yang lebih maju lagi dalam hal kecerdasan buatan (AI), virtual reality (VR), dan augmented reality (AR). Mereka mungkin akan berinteraksi dengan teknologi yang lebih intuitif dan terintegrasi dalam kehidupan sehari-hari mereka. Ini berarti Generasi Beta berpotensi memiliki kemampuan adaptasi dan inovasi yang lebih tinggi lagi, namun juga menghadapi tantangan terkait privasi data, etika AI, dan menjaga keseimbangan antara dunia nyata dan digital.
Penting untuk mengenal Generasi Alfa dan Beta tidak hanya bagi orang tua, tetapi juga pendidik, pemasar, dan pembuat kebijakan. Kita perlu memahami cara mereka belajar, berkomunikasi, dan berinterinteraksi dengan dunia untuk mempersiapkan masa depan yang relevan bagi mereka. Misalnya, dalam dunia pendidikan, pendekatan personalisasi berbasis AI mungkin akan menjadi norma. Di pasar kerja, keterampilan adaptasi dan literasi digital akan menjadi kunci. Pada tanggal 28 Desember 2024, dalam sebuah konferensi demografi di Jakarta, para sosiolog menekankan bahwa studi mendalam tentang kedua generasi ini penting untuk menyusun strategi pembangunan sumber daya manusia yang berkelanjutan di Indonesia. Dengan pemahaman ini, kita dapat menciptakan lingkungan yang mendukung potensi penuh mereka.