Kemajuan teknologi telah merevolusi cara hidup kita, namun di balik segala inovasi dan kemudahan, muncul sebuah paradoks: kaum milenial muda, atau Generasi Z, yang tumbuh di tengah pesatnya perkembangan ini, justru tampak lebih rapuh secara mental. Fenomena ini memunculkan pertanyaan penting: bagaimana kemajuan teknologi yang seharusnya memberdayakan justru dapat berkontribusi pada kerentanan psikologis?
Salah satu penyebab utama kerapuhan ini adalah tekanan yang timbul dari media sosial, sebuah produk langsung dari kemajuan teknologi. Platform-platform ini menciptakan lingkungan di mana individu merasa harus selalu menampilkan citra diri yang sempurna dan hidup yang ideal. Perbandingan sosial menjadi tak terhindarkan, memicu perasaan tidak memadai dan kecemasan yang terus-menerus. Kritik daring dan cyberbullying juga menjadi ancaman serius, yang dapat menyebar dengan cepat dan memberikan dampak psikologis mendalam, bahkan mengarah pada depresi atau pikiran untuk melukai diri sendiri. Sebuah laporan yang dipublikasikan pada bulan April 2024 oleh lembaga riset sosial menunjukkan bahwa 75% Gen Z di kota-kota besar melaporkan merasa cemas akibat tekanan media sosial.
Selain itu, kemajuan teknologi juga berarti paparan konstan terhadap berita dan isu-isu global yang kompleks. Kaum milenial muda tumbuh di tengah informasi instan tentang perubahan iklim, ketidakstabilan ekonomi, krisis pekerjaan, dan konflik geopolitik. Paparan terus-menerus terhadap narasi negatif ini, tanpa filter yang memadai, dapat menumbuhkan rasa ketidakamanan yang mendalam tentang masa depan mereka. Beban informasi yang berlebihan ini seringkali melampaui kapasitas mental mereka untuk memproses dan mengelolanya, menyebabkan stres kronis dan kelelahan mental.
Gaya hidup yang semakin terintegrasi dengan kemajuan teknologi juga berdampak pada pola tidur dan interaksi sosial. Penggunaan gawai secara berlebihan, terutama di malam hari, dapat mengganggu ritme sirkadian dan menyebabkan insomnia, yang pada gilirannya memperburuk masalah kesehatan mental. Meskipun teknologi memfasilitasi konektivitas global, ironisnya, ia juga dapat memicu isolasi sosial. Interaksi tatap muka yang esensial untuk membangun hubungan emosional yang mendalam dan dukungan sosial yang nyata seringkali berkurang, digantikan oleh interaksi daring yang mungkin terasa kurang otentik dan memicu perasaan kesepian.
Maka, jelas bahwa kemajuan teknologi, dengan segala manfaatnya, juga membawa dampak yang kompleks pada kesehatan mental kaum milenial muda. Penting bagi individu, keluarga, dan masyarakat untuk memahami tantangan ini dan berupaya menciptakan lingkungan yang lebih seimbang. Pembatasan waktu layar, promosi interaksi sosial offline yang sehat, dan edukasi literasi digital adalah langkah-langkah krusial untuk membantu generasi ini berkembang menjadi individu yang lebih tangguh dan sehat secara mental.